Monday, November 21, 2011

Faktor Kepemilikan dalam Anatomi Media Penyiaran

Tercatat 11 stasiun televisi nasional di Indonesia. Masing-masing stasiun televisi tersebut memiliki spesialisasi berupa program andalan tersendiri. Metro TV dengan Headline News dan Provocative Proactive yang memberikan informasi serta edukasi politik bagi anak muda. Seolah tak mau kalah, TV One pun mengusung tagline 'Terdepan Mengabarkan' untuk berita-berita yang diulas secara lebih mendalam dengan program Indonesia's Lawyers Club bersama Bang Karni Ilyas. 

Dilihat dari sisi hiburan, RCTI, SCTV,Indosiar, dan Trans7 menarik untuk disimak bagi kalangan pecinta live music band-boyband-girlband serta sinetron 'sepanjang jalan kenangan' saking panjangnya. 

Mengapa stasiun TV bisa memiliki sistem yang berbeda-beda? Hal ini tak terlepas dari peranan anatomi media penyiaran. Umumnya, anatomi media penyiaran terdiri dari lembaga, badan usaha, kepemilikan, teknologi, konten, iklan (yang menentukan pendapatan), target market, audience, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator, dan regulasi yang merupakan aturan-aturan dalam menjalankan fungsi media sebagai pemberi informasi. 

Faktor kepemilikan kerap menjadi sorotan dalam setiap ulasan berita yang dihasilkan. Mengapa berita ini disiarkan seperti ini, tapi di lapak sebelah seperti itu? Prasangka masyarakat intelektual akan langsung menangkap maksudnya. Ya jelaslah, mengapa di TV One disebut bencana 'lumpur Sidoarjo' sementara media lain menyebutnya dengan 'lumpur Lapindo'. 

Inilah yang menjadi alasan mengapa saya pernah mendengar bahwa 'Kekuatan sebuah partai ditentukan oleh seberapa kuat mereka mempengaruhi media, terutama TV karena masyarakat Indonesia lebih cenderung suka menonton ketimbang membaca'. 

Pada masa kampanye, calon Gubernur, anggota DPR dan MPR, serta calon Presiden dan Wakil Presiden akan mendapatkan kemudahan untuk menampilkan iklan mereka di layar kaca jika mereka atau  petinggi  partainya seorang pemilik stasiun TV. Gratis atau berbayar, itu tidak masalah. Yang penting masih bisa di-consider agar lebih affordable.   

Tak heran kan, ketika muncul pertanyaan : Apakah bergabungnya Hary Tanoesoedibjo ke Partai Nasional Demokrat mengindikasikan bahwa RCTI akan menjadi salah satu media kampanye untuk Surya Paloh yang lebih dulu dikenal sebagai pemilik Metro TV? 

Entahlah. Lihat saja tahun 2014 nanti.